PUNGLI DI SATPAS PEKALONGAN KOTA: ‘JALUR INSTAN’ SEHARGA RP800 RIBU


 


Pekalongan – Jatim Nusantara News

Fenomena pungutan liar (pungli) di negeri ini tak ubahnya jamur di musim hujan—tumbuh subur di tempat lembab bernama ketidaktegasan dan pembiaran. Dan kali ini, aroma busuknya kembali tercium tajam dari Satpas Polres Pekalongan Kota.

Kamis, 8 Mei 2025. Seorang warga berinisial F datang dengan niat lurus: mengurus administrasi kendaraan secara resmi. Tapi niat baik itu kandas di hadapan kenyataan sistem yang ruwet dan pelayanan yang berbelit-belit. “Ribet, lama, dan harus bolak-balik,” ujarnya kepada redaksi.

Tak tahan dengan prosedur yang menurutnya lebih mirip labirin birokrasi, F lantas menghubungi temannya—seseorang yang kerap ‘nongkrong’ di lingkungan Satpas Pekalongan Kota. Dari situlah F diperkenalkan pada sosok oknum berseragam berinisial A. “Kalau jalur resmi sih susah, Mas. Tapi kalau lewat saya, tinggal foto, bayar, langsung jadi,” begitu F menirukan ucapan oknum A. Nominalnya? Rp800.000. Uang yang seharusnya bisa digunakan untuk belanja dapur dua minggu, kini raib demi sebuah kepraktisan yang ilegal.

Praktik semacam ini bukan cerita baru. Di banyak Satpas, calo berkeliaran seperti pegawai tidak resmi yang justru lebih ‘efektif’ daripada loket pelayanan publik. Mereka mengenal sistem, punya ‘orang dalam’, dan beroperasi nyaris tanpa takut. Padahal, dengan sistem digitalisasi dan slogan-slogan pelayanan publik yang digembar-gemborkan, harusnya pungli bisa ditekan. Tapi nyatanya? Realitas di lapangan jauh panggang dari api.

Saat dikonfirmasi, Kasat Lantas Polres Pekalongan Kota, AKP Yuna, mengatakan kepada awak media bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap anggota yang diduga terlibat. “Silakan bawa narasumber dan bukti, agar bisa kami tindaklanjuti secara internal,” ujarnya singkat.

Pernyataan itu terdengar normatif. Seakan tanggung jawab diletakkan kembali di pundak korban dan wartawan, bukan di sistem yang seharusnya mereka jaga. Lalu, bagaimana jika narasumber merasa terancam? Bagaimana jika menyuarakan kebenaran justru mendatangkan bahaya?

Kami tegaskan: wartawan memiliki hak konstitusional untuk melindungi identitas narasumber, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Hak ini bukan cuma norma, melainkan perisai untuk suara-suara yang tertindas. Dan kami akan berdiri di barisan terdepan untuk mempertahankannya.

Karena jika wartawan dipaksa menyerahkan narasumber, itu bukan investigasi—itu intimidasi. Dan jika aparat penegak hukum tidak berani menyapu halaman rumahnya sendiri, maka publik berhak bertanya: siapa sebenarnya yang dilindungi oleh seragam itu?

Jatim Nusantara News tidak akan berhenti di sini. Setelah berita ini tayang, kami akan melakukan konfirmasi langsung kepada Kapolres Pekalongan Kota dan Dirlantas Polda Jawa Tengah. Kami ingin tahu: apakah praktik ini dibenarkan? Apakah aparat akan diam atau bergerak?

Publik sudah lelah dengan jawaban klise: “Akan kami tindak lanjuti.” Kami menuntut bukti, bukan janji. Karena sekali publik kehilangan kepercayaan pada penegak hukum, maka hukum hanya tinggal simbol kosong.

Penulis Direktur Utama

Lebih baru Lebih lama