Jatim Nusantara news
Sampang
Satu tahun sudah laporan dugaan pemalsuan surat tanah oleh ABD Rohim, warga Ketapang Daya, Sampang, Madura, seolah tenggelam tanpa jejak di meja penegak hukum. Aroma ketidakadilan kian pekat, ketika kasus yang menyeret nama H. Urib dan H. Nawawi itu seperti menguap di tengah jalan—tak jelas arah dan penyelesaiannya.
Rohim, 43 tahun, tak sekadar kecewa. Ia mempertanyakan integritas aparat. Sejak laporannya teregister di Polres Sampang pada 17 Oktober 2024 dengan nomor LI/315/X/Res.1.24/2024, hingga kini tak ada kejelasan.
“Penyidiknya AIPDA Hermansyah dan R. Anang Mas Adi, SH. Tapi tindak lanjutnya? Nol besar,” kata Rohim, lirih namun tegas, Rabu (21/5).
Tak kunjung menemukan titik terang, Rohim membawa aduannya ke tingkat yang lebih tinggi: Polda Jawa Timur. Pada 28 Agustus 2024, ia resmi melapor dengan nomor LPM/9601/IX/2024/SPKT/Polda Jatim. Namun, jangankan keadilan, suara tanggapan pun seperti hilang dalam senyap
Kasus ini bermula dari kepemilikan tanah yang diklaim Rohim adalah warisan keluarga sejak 1951, dengan bukti Petok Persil 1745 atas nama almarhum Sanuti Sanudin. Tanah tersebut telah diwariskan turun temurun tanpa ada catatan jual beli. Namun secara tiba-tiba, muncul sosok H. Urib yang mengklaim memiliki SHM atas tanah itu, yang disebut terbit tahun 2012.
Tak berhenti di situ, tanah tersebut kini dikuasai oleh H. Nawawi, yang disebut membeli dari H. Urib. Dan yang lebih mengejutkan: tanah itu kini telah dibangun secara permanen.
“Tanah yang tidak pernah kami jual, kini berdiri bangunan milik orang lain. Kami seakan dipaksa menerima kenyataan yang tidak pernah kami sepakati,” ujar Rohim getir.
Pertanyaan pun menggantung. Apa yang sebenarnya terjadi di tubuh Polres Sampang dan Polda Jatim? Mengapa laporan setahun tak kunjung menemukan jalan keadilan? Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
“Kasus ini jelas. Pemalsuan surat, penyerobotan tanah. Tapi aparat seolah tutup mata. Ada apa sebenarnya? Masuk angin?” tanya Rohim penuh curiga.
Ia pun mendesak Kapolres Sampang dan Kapolda Jatim untuk bertindak. Bukan hanya demi dirinya, tapi demi keyakinan bahwa hukum masih hidup, masih bisa dipercaya.
“Kami bukan siapa-siapa. Tapi kami punya hak, kami punya tanah, dan kami ingin keadilan. Jangan biarkan hukum jadi milik segelintir orang,” tutup Rohim.
Penulis redaksi