Sabung Ayam Terang-Terangan di Lumajang, Ketika Hukum Memilih Diam

 

Jatim Nusantara news

Lumajang, 19 Mei 2025 — Di balik rerimbunan tepi ladang Desa Kendang Tepus, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, sebuah arena sabung ayam berdiri dengan penuh percaya diri. Ratusan orang berkumpul. Taruhan dilakukan secara terbuka. Tak ada rasa cemas, apalagi takut. Yang ada hanyalah kesan kuat bahwa tempat ini tak tersentuh hukum.

Tim investigasi Jatim Nusantara News menyusup ke lokasi dan mendokumentasikan langsung aktivitas yang berlangsung. Ini bukan ruang tersembunyi. Ini bukan kejadian insidental. Ini adalah arena perjudian yang berjalan rutin, terorganisir, dan seolah mendapat “restu” dari ketidakpedulian institusi.

“Sudah bertahun-tahun begini. Semua tahu, tapi tak ada yang berani usik,” ujar seorang warga lokal yang minta identitasnya disamarkan. Ekspresinya campuran antara ketakutan dan keputusasaan — seperti orang yang sudah terlalu lama hidup berdampingan dengan hukum yang hanya hadir di spanduk.

Yang dipertontonkan di Desa Kendang Tepus bukan hanya sabung ayam. Tapi juga sabung keadilan — antara nurani masyarakat melawan diamnya aparat. Ini bukan soal siapa pelaku, tapi siapa yang membiarkan.

Erlangga Setiawan, S.H., Pimpinan Redaksi Jatim Nusantara News, menyatakan bahwa media tidak boleh ikut mati rasa. “Ketika hukum lumpuh di daerah, media wajib hidup. Kalau kami ikut diam, maka keadilan betul-betul mati. Kami akan terus dorong agar ada tindakan nyata, bukan sekadar janji.”

Sebagai bentuk tanggung jawab jurnalistik, Jatim Nusantara News telah mengajukan permintaan konfirmasi resmi kepada Kapolsek Senduro, Kasat Reskrim, dan Kapolres Lumajang.

Saat dikonfirmasi oleh wartawan Jatim Nusantara News melalui panggilan WhatsApp pada 24 Mei 2025, Kapolsek Senduro hanya menjawab singkat, “Saya baca dulu.” Namun hingga berita ini dinaikkan, belum ada respons atau tanggapan lebih lanjut dari pihak kepolisian.

Jatim Nusantara News menyerukan agar negara tidak terus absen di desa-desa seperti Kendang Tepus. Karena jika hukum hanya hidup di kota dan mati di desa, maka Indonesia sejatinya telah kehilangan separuh jiwanya.

Penulis redaksi

Lebih baru Lebih lama