Jatimnusantaranews.my.id
SURABAYA - Fenomena pungutan liar (pungli) kembali mencoreng institusi pelayanan publik. Kali ini, Samsat Surabaya Timur menjadi sorotan setelah seorang warga berinisial W (45), asal Rungkut, mengaku menjadi korban pungli saat mengurus mutasi kendaraan. W mengungkapkan bahwa dirinya dimintai uang sebesar Rp2.600.000 oleh oknum petugas untuk mempercepat proses tersebut.
Menurut pengakuan W, peristiwa ini terjadi saat ia mendatangi Samsat Surabaya Timur untuk mengurus mutasi kendaraan miliknya yang bukan atas namanya. Setibanya di lokasi, ia bertemu dengan seorang petugas berinisial A yang meminta W menunjukkan KTP asli sebagai syarat administrasi. Namun, karena W tidak dapat menunjukkan KTP tersebut, petugas menawarkan solusi melalui jalur belakang atau yang disebut "jalur komando" dengan biaya Rp2.600.000.
“Dia bilang, kalau saya tidak bisa menunjukkan KTP, tidak bisa diproses, kecuali pakai jalur komando,” ujar W kepada awak media pada 14 Januari 2025. Setelah membayar uang tersebut, W mengaku proses mutasi kendaraan langsung selesai meski tanpa KTP atas nama kendaraan yang dimutasi. “Setelah bayar, semuanya selesai dengan cepat,” tambahnya.
Saat dikonfirmasi wartawan, salah satu perwira menengah Samsat Surabaya Timur, Seno, melalui telepon WhatsApp pada 17 Januari 2025, mengatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti informasi tersebut. "Terima kasih informasinya, nanti kami sampaikan ke rekan-rekan di Timur," ujar Seno.
Praktik pungutan liar ini berpotensi melanggar beberapa ketentuan hukum, termasuk Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur bahwa pejabat publik yang memanfaatkan jabatan untuk memeras atau menerima keuntungan ilegal dapat dikenakan sanksi pidana hingga 20 tahun penjara. Selain itu, Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga menyebutkan bahwa tindakan pemerasan, baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan tindak pidana yang dapat dikenakan pidana penjara hingga 9 tahun.
Kasus ini menambah daftar panjang laporan pungli di Samsat Surabaya Timur. Praktik seperti ini tidak hanya mencoreng kredibilitas pelayanan publik, tetapi juga melukai kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri yang saat ini sedang berupaya memperbaiki citra. Langkah tegas dari pihak berwenang diharapkan mampu memberikan efek jera kepada para pelaku dan menciptakan pelayanan yang bersih, transparan, serta bebas pungli.
(Red)